Fathimah sebagai Sosok Teladan Bagi Wanita Seluruh Alam
Sebelum membahas masalah meneladani Sayyidah Fathimah a.s. kita lihat bagaimana Allah swt. mendidik makhluknya yang bernama manusia dengan perantaran para utusan-Nya. Allah dalam mendidik hambanya dengan menggunakan berbagai macam cara seperti memberikan kabar gembira berupa nikmat-nikmat yang abadi, menakut-nakuti dengan azab yang pedih, menceritakan kisah kaum terdahulu, menceritakan kisah para nabi, menggunakan contoh atau sumpah dan sebaginya.
Salah satu cara yang paling mujarab yang digunakan berkali-kali dalam Al-Quran adalah menyodorkan teladan yang layak dan baik dengan cara langsung atau tidak langsung. Begitu juga menentukan teladan yang baik dan menekankan untuk mengikutinya serta tidak menganggap baik mengikuti teladan yang buruk dan menghancurkan pemikiran dan budaya yang tidak baik.
Al-Quran mengenalkan Rasulullah saw. sebagai teladan yang baik bagi kaum beriman: “Dalam diri Rasulullah saw. ada teladan untuk kalian orang-orang yang berharap kepada Allah dan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. Artinya, mengikuti Rasul sebagai teladan adalah sebuah taufik dan sifat yang terpuji yang tidak bisa didapatkan oleh setiap orang, akan tetapi hanya bisa didapatkan oleh orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kiamat serta orang-orang yang betul-betul mencintai Allah dan banyak mengingat-Nya saja. Yang pada akhirnya mengingat dan perhatian yang terus menerus inilah yang akan menyebabkan seseorang untuk meneladani Rasulullah secara sempurna. Sebaliknya, jika keimanan seseorang kepada Allah swt. dan hari kiamat semakin lemah maka semangat dan taufik untuk meneladani Rasulullah saw. juga akan semakin kecil dan lemah.
Sebuah misal, Al-Quran menganjurkan kepada Rasulullah saw untuk meneladani para nabi ulul Azmi dalam menyampaikan risalahnya artinya hendaknya seperti mereka sabar dan istiqomah dan hindarilah tergesa-gesa “(Dalam bertablig dan menahan godaan umat). Bersabarlah sebagaimana para nabi ulul azmi bersabar dan jangan tergesa-gesa (dalam mengazab mereka)”.
Al-Quran dalam mendidik umat menggunakan contoh dalam bentuk cerita, seperti dalam ayat yang menceritakan kisah Asiyah; istri Firaun dan Maryam; putri Nabi Imran as mereka adalah teladan bagi para mukminin alam, baik laki-laki maupun perempuan. “Allah mencontohkan Asiyah istri Firaun untuk orang-orang yang beriman ketika dia berkata Ya Allah bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisimu di surga dan selamatkanlah aku dari keburukan Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim. Dan Maryam; putrinya Imran yang menjaga kesuciannya”….
Dalam ayat ini Allah mengenalkan masalah teladan yang baik. Kalau mau meneladani maka teladanilah dua wanita ini, dari sisi panjangnya jangkauan dan semangat tingginya Asiyah; istri Firaun di mana ia saat itu berada dalam istana dengan fasilitas yang memadai, tetapi ia tidak menghiraukan masalah dunia dan memandangnya sebagai sesuatu yang hina bahkan meminta kepada Allah untuk dibangunkan sebuah rumah yang abadi di akhirat dan hendaknya diselamatkan dari tangan Firaun yang zalim dan kaumnya. Begitu juga teladanilah Maryam, dari sisi kesuciannya dan iman serta penghambaannya yang murni kepada Allah swt.
Sekaitan dengan contoh teladan Maryam, dia adalah teladan untuk zamannya. Sementara Sayyidah Fathimah adalah teladan seluruh wanita sepanjang sejarah. Rasulullah saw. bersabda bahwa Maryam adalah teladan bagi para wanita di zamannya sementara Fathimah adalah teladan wanita seluruh alam dari awal sampai akhir. Rasulullah bersabda bahwa malaikat telah turun kepadaku dan memberikan kabar gembira bahwa Fathimah adalah teladan seluruh wanita penghuni surga dan teladan seluruh wanita umatku.
Dari sini jelas, bahwa kedudukan Sayyidah Fathimah lebih tinggi dari kedudukan Maryam dan Asiyah. Kedudukan Fathimah tidak hanya lebih tinggi dari kedudukan Maryam dan Asiyah. Bahkan puncak kedudukan keduanya adalah di saat mereka mendapatkan taufiq untuk membantu ibu Sayyidah Fathimah ketika melahirkan beliau as Kisah lahirnya Sayyidah Fathimah ini diriwayatkan dari ucapan Imam Shadiq as bahwa ketika Khadijah binti Khuwailid kawin dengan Muhammad saw tidak ada seorang wanita Quraisy pun yang mau menjenguk Khadijah, terutama ketika melahirkan putrinya yang bernama Fathimah a.s. maka dengan izin Allah datanglah empat wanita surga dan salah satunya mengenalkan diri seraya berkata saya adalah Sarah istri Ibrahim as dan ini adalah Asiyah putri muzahim (istri Firaun) dan dia adalah temanmu di surga dan ini adalah Maryam putri Imran as dan ini adalah Shafura putri Syuaib as kami adalah utusan Allah swt untuk menolongmu di mana setiap wanita menolong wanita-wanita lain yang membutuhkan. Maka lahirlah Sayyidah Fathimah yang suci dan sinarnya menyinari rumah-rumah daerah sekelilingnya. Pada saat itu sepuluh peri dari surga masuk ke rumah Khadijah yang masing-masing dari mereka membawa dua bejana air telaga Kautsar. Wanita yang berada di depan Khadijah adalah Maryam. Ia mengangkat Sayyidah Fathimah dan memandikannya dengan air telaga Kautsar kemudian membungkusnya dengan kain putih yang putihnya lebih putih dari susu dan lebih harum dari misyk (minyak wangi). Dan mengerudunginya dan pada saat itu berbicara dengan Fathimah. Dan Fathimah berkata:
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَ اَنَّ اَبِى رَسُوْلُ اللهِ سَيِّدُ الْاَنْبِيَاءِ وَ اَنَّ بَعْلِى سَيِّدُِ الْاَوْصِيَاءِ وَ وُلْدِى سَادَةُ الْاَسْبَاطِ
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya ayahku adalah pemimpin para nabi dan suamiku adalah pemimpin para imam maksum dan anakku adalah pemimpin para pemuda”.
Kemudian Sayyidah Fathimah memanggil nama masing-masing wanita surga itu dan mengucapkan salam kepada masing-masing mereka. Para peri surga tertawa bahagia. Para penduduk langit dengan lahirnya Sayyidah Fathimah as saling memberikan kabar gembira. Pada saat itu langit bersinar dengan sinarnya yang tidak ada bandingannya di mana setelah itu tidak terlihat lagi sinarnya. Kemudian keempat wanita surga ini menyerahkan Sayyidah Fathimah ke pangkuan Khadijah seraya berkata ambillah putri ini di mana dia adalah penyuci (thahir) dan sudah disucikan (muthahhar) dan penuh barakah (mubarakah) Allah memberkatinya dan memberkati keturunannya.
Setelah mengkaji masalah meneladani dan caranya dalam Al-Quran sekarang bagaimana kita meneladani Sayyidah Fathimah as di mana faktor pembentuk kepribadian seorang teladan merupakan masalah yang betul-betul menjadi bahan kajian. Kalau hanya berbicara faktor pembentuk seperti genetik, lingkungan, lingkungan geografi dan lingkungan masyarakat maka meneladani tidak memiliki makna karena faktor tersebut adalah keterpaksaan. Oleh karena itu, selain kita mengakui faktor tersebut maka kita juga harus mengakui faktor yang terpenting lainnya yaitu kebebasan dan kemauan seorang sosok teladan. Lantas bagaimana dengan faktor pembentuk kepribadian Sayyidah Fathimah as dan bagaimana caranya kita meneladani beliau.
Kalau kita lihat dari sisi genetik, lingkungan, baik lingkungan sebelum lahir maupun lingkungan setelah lahir, lingkungan sosial, lingkungan geografi Sayyidah Fathimah tidak diragukan bahwa beliau adalah sosok teladan yang patut untuk diteladani dan diikuti karena ayah beliau adalah Muhammad saw makhluk yang paling mulia dan ibunya Khadijah binti khuwailid wanita yang paling suci dan mulia di zamannya sementara kakek neneknya adalah orang-orang yang saleh dan paling suci di bumi pada masa itu. Nutfah Sayyidah Fathimah telah dibuahi di saat ayahnya telah mencapai kesucian ruh karena ibadahnya kepada Allah swt. selama empat puluh hari dan bahan nutfahnya adalah makanan surgawi yang paling suci dan bagus. Oleh karena itu beliau dinamakan Haura’ Al-Insiyah, peri yang berupa manusia dan Rasulullah selalu merindukan bau surga dalam wujud beliau.
Fathimah dipelihara dalam keluarga yang penuh kasih sayang, ceria dan suci di mana setelah wafat ibunya beliau dididik oleh pendidik yang paling bagus akhlaknya yaitu ayahnya sendiri dan berada di sisi suami yang selalu berada di bawah naungan Rasulullah saw. dan faktor lain yaitu faktor secara gaib yaitu selalu mendapatkan ilham dari Allah swt. melalui malaikat yang turun kepadanya.
Kita sebagai manusia biasa dalam meneladani orang suci seperti Sayyidah Fathimah sekalipun tidak akan sampai walau hanya pada tanah bekas kakinya akan tetapi pandangan seperti ini jangan sampai menjadikan kita putus asa dan menjadi penghalang dalam meneladaninya. Kedudukan beliau yang sangat tinggi hendaknya menjadikan spirit bagi kita yang mau meneladaninya karena faktor yang paling pokok dalam pembentukan kepribadian beliau adalah ikhtiar dan pilihan bebas beliau.
Betul, Sayyidah Fathimah adalah manusia maksum dan suci dari dosa, tetapi beliau adalah manusia juga, sehingga dalam meneladani kita lihat sisi kesamaannya dengan kita sebagai manusia, di mana kita bisa meneladani beliau dari sisi dia juga memiliki kecondongan dan syahwat, hawa nafsu, fitrah, akal , penghambaan dan ibadah dan hubungan sosial sehingga bagaimana beliau menggunakan semua ini kita bisa mencontohnya dan meneladaninya.
Meneladani seorang teladan seperti Sayyidah Fathimah Az-Zahra as yang maksum bisa dengan dua model:
1. Meneladani secara langsung artinya apa yang beliau lakukan kita juga melakukannya sebagaimana setiap habis mengerjakan salat wajib beliau membaca zikir khusus yaitu Allah akbar 34 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Subhanallah 33 kali. Zikir ini adalah hadiah yang beliau dapatkan dari ayahnya.
2. Meneladani secara tidak langsung artinya hakikat perkataan dan perilaku para sosok teladan ini harus kita pahami. Dengan menganalisa dan menyimpulkan karakter keilmuan dan perilaku para maksum maka kita akan memahami apa tugas kita dalam kehidupan pribadi, sosial, budaya, politik dan ekonomi.
Meneladani para maksum dengan cara tidak langsung artinya walaupun mereka hidup di zaman yang cukup jauh perbedaannya dengan zaman kita, kita tetap bisa meneladaninya karena dalam hal ini kita tidak harus mengikuti gaya hidup mereka di zaman itu dan memang tidak mungkin bisa kita praktekkan di zaman kita ini. Berarti kita harus memahami maksud dan kandungan dari perilaku mereka dan kita praktekkan dengan gaya baru yang sesuai dengan kebutuhan zaman dan tempat kita. Sebagi contoh dari riwayat yang sampai ke tangan kita bahwa Sayyidah Fathimah hidup bersama Imam Ali as dalam rumah kecil yang terbuat dari tanah, mereka memakai alas dari kulit kambing dan kalau siang alas kulit itu digunakan untuk tempat rumput makanan untanya. Sayyidah Fathimah menggunakan jilbab dari tenunan kulit pohon kurma. Bentuk kehidupan seperti ini sama sekali tidak bisa diteladani pada zaman sekarang, akan tetapi kandungan dari kehidupan seperti ini bisa kita teladani artinya secara tidak langsung kita meneladani kehidupan mereka dari sisi kesederhanaannya dan tidak tertipu dengan tipuan gemerlapan dunia dan menjauhi kemewahan.
Kalau Sayyidah Fathimah menggiling gandum untuk menyiapkan roti keluarganya sehingga tangan beliau luka artinya bahwa betapa tingginya nilai sebagai ibu rumah tangga, usaha untuk menghasilkan produksi sendiri dan merasa cukup dengan apa yang ada, membantu suami dalam masalah rumah tangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar